Pertanyaan terbesar dari tiap negara berkembang adalah “Apakah mungkin dengan keterbatasan yang dimiliki mampu mencapai target seperti itu?”. Pertanyaan ini juga relevan bagi Kabupaten Jembrana, Bali.
Meskipun secara geografis berada di sudut Bali bagian barat dan bukan merupakan daerah yang dipenuhi turis berbahasa Inggris, namun Kabupaten Jembrana ternyata tidak mau kalah untuk mengangkat pertanyaan tersebut bagi dirinya.
Namun sebelum menilai apakah kabupaten tersebut akan mampu untuk mencapai target-target di dalam Millenium Development Goals atau MDGs itu, perlu untuk dipahami tentang apa itu MDGs.
MDGs atau Millenium Development Goals adalah sebuah target yang ditetapkan PBB pada tahun 1990 yang bagi dunia, pencapaiannya diharapkan pada tahun 2015 dan 2020. Kedelapan target tersebut adalah:
Pertama, diberantasnya kemiskinan dan kelaparan ekstrim, dengan indikator (1) Pada tahun 1990 sampai 2015 menurunkan separuh dari proporsi orang yang hidup dengan kurang dari 1 dolar per hari;
(2) Pada tahun 1990 sampai 2015 menurunkan separuh dari proporsi orang yang menderita kelaparan.
Kedua, mencapai pemerataan pendidikan dasar, dengan indikator memastikan bahwa pada tahun 2015, semua anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
Ketiga, meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan kaum perempuan, dengan indikator dihapuskannya diskriminasi gender khususnya dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan untuk semua tingkat pendidikan pada tahun 2015.
Keempat, menurunkan tingkat kematian anak, dengan indikator menurunnya tingkat kematian balita sebesar dua per tiga antara tahun 1990 sampai 2015.
Kelima, meningkatnya kesehatan ibu hamil, dengan indikator turunnya rasio kematian ibu hamil sebesar tiga per empat antara tahun 1990 sampai 2015.
Keenam, memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, dengan indikator
(1) mulai menghentikan penyebaran HIV/AIDS dan telah selesai diberantas pada tahun 2015;
(2) mulai menghentikan timbulnya penyakit malaria dan penyakit besar lainnya dan telah selesai diberantas pada tahun 2015.
Ketujuh, memastikan keberlangsungan lingkungan dengan indikator :
(1) menggabungkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan negara dan menekan tingkat kehilangan dan kerusakan sumber daya lingkungan;
(2) pada tahun 2015 mengurangi separuh dari proporsi masyrakat yang tidak memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum dan sanitasi yang aman;
(3) pada tahun 2020 telah mencapai peningkatan yang signifikan pada kehidupan penduduk di perkampungan miskin.
Kedelapan, membangun kemitraan global untuk pembangunan dengan indikator
(1) melakukan pembangunan lebih lanjut terhadap sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak terdiskriminasi (termasuk komitmen terhadap good governance, pembangunan, dan penurunan kemiskinan baik secara nasional maupun internasional);
(2) memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus bagi least developed countries (meliputi tariff and quota free access untuk ekspor mereka, meningkatkan program keringanan/penghapusan utang bagi negara-negara miskin yang terjerat utang tinggi dan pembatalan official bilateral debt, dan lebih banyak lagi bantuan resmi untuk pembangunan negara-negara yang berkomitmen pada penurunan kemiskinan;
(3) memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khususnya bagi negara-negara berkembang yang terisolasi dan negara-negara bagian di kepulauan kecil (melalui program of action for the sustainable development of small island developting states and 22nd general assembly provisions);
(4) membuat perjanjian secara komprehensif dengan negara-negara berkembang yang memiliki masalah utang melalui ukuran nasional dan internasional untuk menjaga kestabilan utang jangka panjang;
(5) bekerja sama dengan negara-negara berkembang dalam membangun dan menerapkan pekerjaan yang layak dan produktif bagi kaum pemuda;
(6) bekerja sama dengan perusahan farmasi dalam memberikan akses obat-obatan penting yang terjangkau bagi negara-negara berkembang;
(7) bekerja sama dengan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kedelapan target dengan masing-masing indikator tersebut dibandingkan dengan kondisi hari ini dan tren kemajuan pembangunan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2015 dan 2020.
Penilaian: Indikator demi Indikator
Indikator pertama, diberantasnya kemiskinan dan kelaparan ekstrim dengan indikator menurunkan separuh dari proporsi orang yang hidup dengan kurang dari 1 dolar Amerika Serikat per hari dan menurunkan separuh dari proporsi orang yang menderita kelaparan. Indikator ini ternyata sudah dapat dipenuhi oleh Kabupaten Jembrana, pada hari ini.
Indikator kedua, mencapai pemerataan pendidikan dasar, dengan indikator memastikan bahwa pada tahun 2015, semua anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Indikator ini juga telah dipenuhi Kabupaten Jembrana pada hari ini.
Indikator ketiga, meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan kaum perempuan, dengan indikator dihapuskannya diskriminasi gender khususnya dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan untuk semua tingkat pendidikan pada tahun 2015. Pada saat ini di Kabupaten Jembrana, kesetaraan gender merupakan bagian dari kehidupan, baik lingkungan birokrasi, usaha, maupun kehidupan masyarakatnya.
Di lingkungan birokrasi, misalnya, dikenal nama Ni Made Wardhani, sebelumnya menjabat sebagai Asisten Bidang Pemerintahan, yang sekarang sering menjadi juru bicara Kabupaten Jembrana pada banyak kesempatan.
Indikator keempat, menurunkan tingkat kematian anak, dengan indikator menurunnya tingkat kematian balita sebesar dua per tiga antara tahun 1990 sampai 2015. Indikator ini ternyata sudah dilewati oleh Kabupaten Jembrana, pada hari ini.
Indikator kelima, meningkatnya kesehatan ibu hamil, dengan indikator turunnya rasio kematian ibu hamil sebesar tiga per empat antara tahun 1990 sampai 2015. Sama dengan sebelumnya, indikator ini juga telah dicapai Kabupaten Jembrana pada hari ini.
Indikator keenam, memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, dengan indikator (1) mulai menghentikan penyebaran HIV/AIDS dan telah selesai diberantas pada tahun 2015; (2) mulai menghentikan timbulnya penyakit malaria dan penyakit besar lainnya dan telah selesai diberantas pada tahun 2015. Kabupaten Jembrana relatif “jauh” dari AIDS dan malaria.
Pada hari ini, dapat dikatakan Kabupaten Jembrana telah memenuhi indikator ini. Namun bukan berarti dapat dikatakan sepenuhnya berhasil karena kondisi Kabupaten Jembrana memang relatif tidak rentan AIDS dan malaria. Keberhasilan Kabupaten Jembrana harus dibuktikan dengan program yang benar-benar “anti-AIDS” dan “anti-malaria” serta dapat menangkal penyakit baru yang berbahaya yang kini baru saja muncul di Kabupaten Jembrana yaitu flu burung.
Indikator ketujuh, memastikan keberlangsungan lingkungan dengan indikator (1) menggabungkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan negara dan menekan tingkat kehilangan dan kerusakan sumber daya lingkungan; (2) pada tahun 2015 mengurangi separuh dari proporsi masyrakat yang tidak memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum dan sanitasi yang aman; (3) pada tahun 2020 telah mencapai peningkatan yang signifikan pada kehidupan penduduk di perkampungan miskin. Pada hari ini Kabupaten Jembrana dapat dikatakan telah memenuhi kriteria ketujuh dari MDGs.
Jembrana juga dapat dikatakan memenuhi target pada indikator kedelapan, membangun kemitraan global untuk pembangunan, terutama pada indikator melakukan pembangunan lebih lanjut terhadap sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak terdiskriminasi (termasuk komitmen terhadap good governance, pembangunan, dan penurunan kemiskinan baik secara nasional maupun internasional). Sebagai daerah yang dinilai paling unggul dalam pemberantasan korupsi dan paling unggul dalam pengembangan transparansi pembangunan, maka Kabupaten Jembrana menjadi daerah paling maju dalam pencapaian target MDGs.
Pencapaian target Jembrana juga dinampakkan pada indikator pengembangan dan memanfaatkan teknologi baru, teurtama teknologi informasi dan komunikasi. Kliping koran Kompas berikut ini menunjukkannya.
200 Sekolah di Jembrana Akses Internet Gratis
Kabupaten Jembrana, Bali menargetkan 200 sekolah (SD-SMA) telah memiliki perangkat lunak untuk mengakses internet secara gratis. Ini merupakan bagian dari program IGOS (Indonesia Go Open Source) yang dikelola J-Net atau Jimbarwana Net, milik pemerintah setempat. Bupati Jembrana I Gede Winasa, Kamis (24/5), menjelaskan, sejak tahun 2002, di Jembrana tercatat 81 SD, 100 SMP, dan SMA, serta 51 kantor desa dan lima kantor kecamatan telah mampu mengakses internet dengan layanan gratis. (AYS).
Kesimpulannya, Kabupaten Jembrana telah memenuhi enam kriteria secara penuh, yaitu kriteria 1, 2, 3, 4, 5, 7. Untuk kriteria kedelapan sebenarnya juga dapat dikatakan telah memenuhi kriteria, karena beberapa subkriteria merupakan kriteria yang bersifat nasional/negara dan sebagian ditetapkan untuk negara-negara maju.
Sementara kriteria keenam, terpenuhi karena faktor-faktor pendukung eksternal, sementara upaya yang bersifat pendukung internal masih perlu diupayakan untuk mencegah timbulnya ancaman penyakit seperti yang disebutkan pada kriteria tersebut yaitu AIDS dan malaria, dan ditambahkan flu burung.
What Next?
Pertanyaannya kini adalah, jika Kabupaten Jembrana sudah semaju itu, mencapai MDGs yang masih susah payah diusahakan (dan belum dapat dicapai bahkan mungkin pada tahun 2015 dan 2020) oleh Negara Indonesia, serta sebagian besar daerah di Indonesia, tidak terkecuali yang paling maju seperti DKI Jakarta atau yang paling kaya seperti Kutai Kertanegara dan Bengkalis, apa lagi yang harus dilakukan Kabupaten Jembrana?
Ini adalah pertanyaan yang relevan, karena bangsa Indonesia memiliki penyakit yang khas, yakni kalau sudah berhasil, menjadi puas diri, jumawa, dan kemudian tidak awas, akhirnya terjerembab.
Pada tahun 1995, pada saat Indonesia memasuki ulang tahun emas ke-50, pendapatan per kapita sudah mencapai 1.000 dolar Amerika Serikat dan Indonesia mengalami kemajuan dari negara miskin ke negara berkembang, dan dari negara berkembang ke negara berpendapatan menengah.
Pada saat itu kita punya skenario Indonesia 2020 sbb.
Tahun 1967 1997 2020
Populasi 110,6 juta 200 juta 250 juta
PPK AS$ 51 AS$ 1.086 AS$ 3.800
PDB AS$ 5,6 miliar AS$ 217,2 miliar AS$ 2 triliun
Ranking PPP - 10 5
Inflasi 600% 10% 5%
Penduduk miskin 60% 14% 7%
Pada tahun 2020, dua tahun sebelum APEC dilaksanakan, Indonesia telah berubah menjadi negara industri dengan sumbangan dari sektor produksi nonmigas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 32,5%.
Sementara pertumbuhan penduduk per tahun antara 7-8%, didampingi pertumbuhan penduduk sebesar 0,9% di mana PDB kita menjadi salah satu PDB terbesar di dunia yakni 2 triliun dolar Amerika Serikat.
Jumlah penduduk Indonesia waktu itu lebih kurang 250 juta jiwa dengan pendapatan per kapita 3.800 dolar Amerika Serikat atau dengan perhitungan purchasing power parity yang diperkirakan 4 kali dari PCI yakni sebesar 15.200 dolar Amerika Serikat.
Dalam kondisi tersebut, Indonesia akan menjadi salah satu dari enam negara yang memunyai kekuatan ekonomi terbesar di dunia berdasarkan purchasing power parity yakni Amerika Serikat, Jepang, RRC, India, Jerman dan Indonesia.
Prediksi tersebut tidak main-main. Prestasi pembangunan Indonesia memang tidak sembarangan. Misalnya, laporan terakhir Global Competitiveness Report 1997, Indonesia masuk dalam rangking 15 negara paling kompetitif dan ranking 4 negara paling menarik untuk investasi.
Tetapi, kita menjadi “korban keberhasilan kita sendiri”. Indonesia masuk dalam area “pembiaran”, khususnya pembiaran korupsi. Korupsi merajalela. Hasilnya, prestasi yang luar biasa hancur dan ludes hanya dalam waktu kurang dari setahun. Dari negara berpendapatan per kapita 1.100 dolar Amerika Serikat menjadi 300 dolar Amerika Seirkat. Dari tiger menajdi beggar.
Ini adalah pelajaran yang sangat pahit dan menyesakkan. Pengalaman yang tidak boleh lagi terulang. Untuk itu, “what next” bagi Kabupaten Jembrana adalah mempertahankan keberhasilan. Sama seperti dalam olahraga, mempertahankan gelar juara jauh lebih berat, lebih sulit karena lawan yang tebesar dan terkuat bukan orang lain yang menjadi penantang, tetapi diri kita sendiri.
Ancaman terbesar adalah membiarkan kesalahan terjadi. Di dalam suatu manajemen Amerika dikenal zero defect atau tanpa kesalahan. Jadi, tidak ada toleransi bagi kesalahan. Kesalahan kecil akan segera berbiak menjadi besar dan menghabiskan prestasi yang sudah dicapai, bahkan hanya dalam “semalam”.
Jika mau lebih menantang, di Jepang dikenal istilah kaizen atau continuous improvement atau terus-menerus memperbaiki prestasi. Artinya, prestasi hari ini akan menjadi usang pada hari esok. Dengan demikian, pepatahnya adalah hari esok harus lebih baik daripada hari ini.
Jika Kabupaten Jembrana menanyakan di mana atau apakah batas dari kemajuan atau prestasi yang harus dicapai, maka jawabannya sederhana saja, if excellence is possible, then best is not enough.
Pertanyaan selanjutnya, setelah what next secara konsep, Pemkab Jembrana perlu melembagakan keberhasilan yang dicapainya dalam kebijakan-kebijakan publik di tingkat daerah. Hari ini sudah ada Perda Pendidikan. Perlu Perda tentang Kesehatan, Air Bersih dan Sanitasi, Perda Gender, dan seterusnya.
Tugas ini bukan saja tugas Pemkab Jembrana tetapi juga DPRD Jembrana untuk menjadi mitra kerja membangun daerah. Politik memang penting, tapi tidak relevan lagi untuk dijadikan panglima. Pada waktu pemilu atau pilkada boleh berbeda pendapat dan berbeda aliran, tetapi kalau kelembagaan politik sudah terbentuk, sudah waktunya berhenti untuk berbeda.
Kedua, perlu dibangun suatu proses leadership development, untuk mendapatkan calon-calon pemimpin masa depan di Jembrana. Proses tersebut dapat dijalankan dalam birokrasi, di dalam partai-partai politik, lembaga swadaya masyarakat, atau pun lingkungan pelaku usaha.
Secara praktis, dapat dibangun semacam “Lemhanas” di Kabupaten Jembrana yang menyaring leaders of the future dari berbagai latar belakang partai, agama, profesi, dan pendidikan. Semuanya sejak awal diajak untuk berada pada satu gelombang “Kami untuk Jembrana”, sekaligus menghilangkan gelombang “Jembrana untuk Kami”.
Hari ini, mumpung masih banyak waktu, kondisinya juga nyaman, seyogianya Jembrana sudah memulai langkah ini. Kalau MDGs itu “kecil” bagi Jembrana (hari ini) tetapi menjaganya hingga 2015, 2020, bahkan hingga 2050 bukan pekerjaan yang ringan. – Dr. Riant Nugroho Dwidjowijoto, Direktur Institute for Policy Reform, dikutip dari buku Memasuki Peradaban Milenium, Jembrana MDGs 2010.
source : http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=4060
Tidak ada komentar:
Posting Komentar